Keutamaan Menghidupkan Sunnah Rasul

06.59 Posted In Edit This 1 Comment »

Dari ‘Amr bin ‘Auf bin Zaid al-Muzani radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحْيَا سُنَّةً مِنْ سُنَّتِى فَعَمِلَ بِهَا النَّاسُ كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا

Barangsiapa yang menghidupkan satu sunnah dari sunnah-sunnahku, kemudian diamalkan oleh manusia, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala orang-orang yang mengamalkannya, dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikit pun[1].

Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan besar bagi orang yang menghidupkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, terlebih lagi sunnah yang telah ditinggalkan kebanyakan orang. Oleh karena itu, Imam Ibnu Majah mencantumkan hadits ini dalam kitab “Sunan Ibnu Majah” pada Bab: “(Keutamaan) orang yang menghidupkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah ditinggalkan (manusia)[2].

Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari berkata, “Orang muslim yang paling utama adalah orang yang menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah ditinggalkan (manusia), maka bersabarlah wahai para pencinta sunnah (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam), karena sesungguhnya kalian adalah orang yang paling sedikit jumlahnya (di kalangan manusia)”[3].

Faidah-faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:

- Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah segala sesuatu yang bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik ucapan, perbuatan maupun penetapan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam[4], yang ditujukan sebagai syariat bagi umat Islam[5].

- Arti “menghidupkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam” adalah memahami petunjuk Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengamalkan dan menyebarkannya di kalangan manusia, serta menganjurkan orang lain untuk mengikutinya dan melarang dari menyelisihinya[6].

- Orang yang menghidupkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mendapatkan dua keutamaan (pahala) sekaligus, yaitu [1] keutamaan mengamalkan sunnah itu sendiri dan [2] keutamaan menghidupkannya di tengah-tengah manusia yang telah melupakannya.

Syaikh Muhammad bih Shaleh al-’Utsaimin -rahimahullah- berkata, “Sesungguhnya sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika semakin dilupakan, maka (keutamaan) mengamalkannya pun semakin kuat (besar), karena (orang yang mengamalkannya) akan mendapatkan keutamaan mengamalkan (sunnah itu sendiri) dan (keutamaan) menyebarkan (menghidupkan) sunnah di kalangan manusia”[7].

- Allah Ta’ala memuji semua perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menamakannya sebagai “teladan yang baik“, dalam firman-Nya,

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan pada) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS al-Ahzaab:21).

Ini menunjukkan bahwa orang yang meneladani sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti dia telah menempuh ash-shirathal mustaqim (jalan yang lurus) yang akan membawanya mendapatkan kemuliaan dan rahmat Allah Ta’ala[8].

- Ayat ini juga mengisyaratkan satu faidah yang penting untuk direnungkan, yaitu keterikatan antara meneladani sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kesempurnaan iman kepada Allah dan hari akhir, yang ini berarti bahwa semangat dan kesungguhan seorang muslim untuk meneladani sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan pertanda kesempurnaan imannya.

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di ketika menjelaskan makna ayat di atas, beliau berkata, “Teladan yang baik (pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) ini, yang akan mendapatkan taufik (dari Allah Ta’ala) untuk mengikutinya hanyalah orang-orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan) di hari akhir. Karena (kesempurnaan) iman, ketakutan pada Allah, serta pengharapan balasan kebaikan dan ketakutan akan siksaan Allah, inilah yang memotivasi seseorang untuk meneladani (sunnah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam[9].

Penulis: Ustadz Abdullah Taslim, MA

Mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan Menjauhi Bid’ah

06.57 Posted In Edit This 0 Comments »


إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Marilah kita senantiasa menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yaitu dengan mempelajari dan mengamalkan serta berpegang teguh di atas syariat-Nya. Karena di dalamnya ada cahaya dan petunjuk yang demikian mencukupi untuk membimbing dan mengatur seluruh sisi kehidupan kita. Mulai dari urusan rumah tangga hingga ketatanegaraan. Sehingga selama seseorang itu mengikuti petunjuk dan aturan-Nya pasti dia akan selamat di dunia dan akhirat. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berjanji bagi orang yang mengikuti petunjuk-Nya di dalam firman-Nya:
فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى
“Barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya ia tidak akan tersesat dan tidak akan celaka.” (Thaha: 123)
Maka barangsiapa yang tidak merasa cukup dengan petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga menyelisihinya, pasti dia akan rugi dan celaka. Meskipun orang melihatnya hidup dengan penuh kemewahan dan serba ada. Namun sesungguhnya dia tidak merasakan kelapangan dan ketenangan di dalam jiwanya. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengancam bagi orang-orang yang menyelisihi petunjuk-Nya di dalam firman-Nya:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (Thaha: 124)

Hadirin rahimakumullah
Seorang muslim yang hakiki tidak akan ridha untuk meninggalkan petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Meskipun ditawarkan kepadanya dunia seisinya. Dia akan tetap berpegang teguh di atas syariat-Nya meskipun cobaan dan ujian menimpa dirinya. Karena dia mengetahui bahwa kehidupan yang sesungguhnya bukanlah di dunia dan apa yang dimilikinya berupa kenikmatan dunia baik berupa harta, kedudukan, dan yang semisalnya, pasti akan sirna. Sehingga yang senantiasa diinginkan oleh dirinya adalah meraih kecintaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan diampuni seluruh dosanya serta mendapatkan hidayah dan curahan rahmat-Nya. Oleh karena itu, dia berusaha untuk mengikuti jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu dengan menaatinya dan tidak menyelisihinya. Karena itulah satu-satunya jalan yang harus ditempuh agar dirinya dicintai dan dirahmati serta diberi hidayah oleh Yang Maha Kuasa. Hal ini sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ. قُلْ أَطِيْعُوا اللهَ وَالرَّسُوْلَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْكَافِرِيْنَ
“Katakanlah (wahai Muhammad): ‘Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: ‘Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang kafir’.” (Ali ‘Imran: 31-32)
Maka di dalam ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa menaati Rasul-Nya adalah konsekuensi dan bukti dari cintanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sementara menyelisihinya adalah tanda kekufuran dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memberitakan di dalam Al-Qur`an bahwa barangsiapa menaati Rasul-Nya akan memperoleh hidayah-Nya. Sebagaimana dalam firman-Nya:
وَإِنْ تُطِيْعُوْهُ تَهْتَدُوا
“Dan jika kalian menaatinya, niscaya kalian akan mendapat hidayah/petunjuk.” (An-Nur: 54)
Begitupula Allah Subhanahu wa Ta'ala beritakan bahwa taat kepada Rasul adalah sebab yang akan mengantarkan kita untuk mendapatkan rahmat-Nya. Sebagaimana dalam firman-Nya:
وَأَطِيْعُوا اللهَ وَالرَّسُوْلَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
“Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kalian diberi rahmat.” (Ali ‘Imran: 132)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Oleh karena itu, seorang muslim akan mengikuti jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan akan meninggalkan seluruh ajaran yang menyimpang dari ajarannya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia tidak akan terburu-buru dalam meyakini dan mengamalkan suatu ajaran dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, baik yang berupa ucapan maupun amalan anggota badan. Akan tetapi dia akan menimbang terlebih dahulu seluruh ucapan dan amalan ibadahnya dengan amalan dan ucapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apabila sesuai maka diterima, namun apabila bertentangan maka dia akan menolak, dari manapun datangnya. Karena beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengamalkan amalan yang tidak ada syariatnya dari kami maka amalan tersebut ditolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu mengatakan:
لَقَدْ أَجْمَعَ النَّاسُ عَلَى أَنَّ مَنْ تَبَيَّنَ لَهُ سُنَّةُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَجُوْزُ لَهُ أَنْ يَدَعَهَا لِقَوْلِ أَحَدٍ
“Para ulama telah sepakat bahwasanya barangsiapa yang telah jelas baginya jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak boleh baginya untuk meninggalkannya karena ucapan siapapun.”

Hadirin rahimakumullah,
Ketahuilah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan umatnya agar jangan sampai terjatuh pada perbuatan bid’ah, yaitu mengada-adakan amalan ibadah baru yang tidak ada syariatnya. Hal ini sebagaimana tersebut di dalam sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Hati-hatilah kalian dari terjatuh kepada amalan-amalan ibadah baru yang diada-adakan, karena setiap amalan tersebut adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Ahmad dan yang lainnya, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu)
Bahkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa perbuatan mengada-adakan amalan ibadah baru yang tidak ada syariatnya adalah sejelek-jelek amalan. Sebagaimana tersebut dalam haditsnya:
وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا
“Dan sejelek-jelek amalan adalah amalan ibadah yang diada-adakan (yang tidak ada tuntunannya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Al-Khulafa` Ar-Rasyidin).” (HR. Muslim)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Para ulama telah menjelaskan di dalam kitab-kitab mereka tentang maksud dari amalan bid’ah. Di antaranya disebutkan bahwa bid’ah adalah aturan yang diada-adakan dalam beragama yang menandingi syariat dan dimaksudkan dengan mengikuti aturan tersebut untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan bid’ah itu bermacam-macam jenisnya. Ada yang berupa amalan ibadah baru yang sama sekali tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Al-Khulafa` Ar-Rasyidin. Seperti mengadakan acara perayaaan dan peringatan hari kelahiran atau hari kematian seseorang. Ataupun dengan mengubah tata cara ibadah yang telah disyariatkan. Seperti berdzikir secara berjamaah dengan dipimpin oleh seorang imam setelah selesai dari shalat berjamaah.

Hadirin rahimakumullah,
Seluruh jenis bid’ah dengan berbagai macamnya adalah sesat, sebagaimana tersebut dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Ahmad dan yang lainnya, dishahihkan Al-Albani rahimahullahu)
Begitu pula dikatakan oleh Abdullah ibnu ‘Umar radhiyallahu 'anhuma:
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً
“Setiap bid’ah adalah sesat meskipun orang-orang menganggapnya baik.”
Maka tidak benar kalau dikatakan ada bid’ah yang baik atau hasanah. Akan tetapi yang ada adalah sunnah yang hasanah, bukan bid’ah hasanah. Yaitu melakukan amal ibadah yang disyariatkan dan kemudian dicontoh serta diikuti oleh yang lainnya. Adapun mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan amal ibadah yang dibuat sendiri atau dibuat oleh gurunya, hal tersebut adalah amalan bid’ah dan tidak ada baiknya sama sekali. Karena seluruh amalan bid’ah adalah keluar dari petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Meskipun kadar kesesatannya dan kejelekannya berbeda-beda.
Akhirnya, marilah kita senantiasa mengikuti wasiat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berpegang teguh di atas jalannya. Begitupula wasiat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berhati-hati terhadap kerusakan yang sangat berbahaya, yaitu bid’ah serta orang-orang yang mengajaknya. Karena hal itu akan menjauhkan kita dari agama yang mulia.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.


Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ أَمَرَنَا بِاتِّبَاعِ صِرَاطِهِ الْمُسْتَقِيْمِ وَنَهَانَا عَنِ اتِّبَاعِ سُبُلِ أَصْحَابِ الْجَحِيْمِ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، الْمَلِكُ الْبَرُّ الرَّحِيْمُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ بَلَّغَ اْلبَلاَغَ الْمُبِيْنَ، وَقَالَ: عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ تَلَقَّوْا عَنْهُ الدِّيْنَ وَبَلَّغُوْهُ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Marilah kita berusaha untuk selalu menjaga diri-diri kita dari adzab Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan bertakwa kepada-Nya. Yaitu dengan senantiasa mengikuti ajaran yang dibawa oleh Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak menyelisihinya. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengancam orang-orang yang menyelisihi jalan rasul-Nya dengan ancaman yang keras. Sebagaimana hal ini tersebut di dalam firman-Nya:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa adzab yang pedih.” (An-Nur: 50)

Hadirin rahimakumullah,
Ketahuilah bahwa bid’ah adalah bentuk penyelisihan paling besar dari jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah perbuatan syirik. Hal ini karena perbuatan bid’ah akan memecah-belah kaum muslimin serta menyeret pelakunya pada kerusakan agama dan hatinya. Perbuatan bid’ah akan menjadikan hati pelakunya menjadi benci kepada As-Sunnah. Karena, hati tidak akan menerima Sunnah Rasul jika sudah ditempati oleh bid’ah. Oleh karena itu, kita dapati orang yang melakukan atau bergelut dengan bid’ah serta menghidupkannya adalah orang yang jauh dari Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setan akan menghiasi amalan bid’ah sehingga akan menjadi sangat mudah bagi orang yang tertipu untuk mengamalkannya meskipun harus mengeluarkan banyak biaya dan menyita sebagian besar waktunya. Dan bid’ah akan menyeret pelakunya menjadi orang yang sombong untuk menerima kebenaran. Hal itu karena setiap pelaku bid’ah akan membanggakan dirinya dan menganggap cara serta amalannya adalah yang paling baik.

Hadirin rahimakumullah,
Ketahuilah, bahwa termasuk dari amalan bid’ah yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin adalah mengkhususkan pertengahan bulan Sya’ban atau yang dikenal dengan istilah Nishfu Sya’ban dengan shalat malam secara berjamaah.
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata dalam kitabnya Al-Majmu’: “Shalat yang dikenal dengan istilah shalat Ar-Ragha`ib yaitu shalat 12 rakaat yang dilakukan antara Maghrib dan ‘Isya pada malam Jum’at pertama di bulan Rajab dan shalat pada malam Nishfu Sya’ban sebanyak seratus rakaat, keduanya adalah amalan bid’ah dan mungkar. Janganlah tertipu karena disebutkannya dua jenis shalat ini dalam kitab Qutul Qulub dan Ihya` ‘Ulumuddin. Dan jangan pula tertipu dengan hadits-hadits yang tersebut di dalam dua kitab tadi. Karena sesungguhnya semua itu batil.”
Berkata pula Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu: “Hadits-hadits yang menyebutkan keutamaan malam Nishfu Sya’ban adalah hadits-hadits yang dha’if. Tidak boleh dijadikan sebagai pegangan. Sementara hadits-hadits yang menyebutkan tentang keutamaan shalat pada malam Nishfu Sya’ban semuanya adalah hadits palsu, sebagaimana telah diingatkan oleh banyak ulama.”
Maka tidak boleh bagi kaum muslimin untuk mengkhususkan serta mengistimewakan pertengahan bulan ini daripada hari-hari lainnya di bulan tersebut. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Al-Khulafa` Ar-Rasyidin tidak pernah melakukannya. Begitu pula tidak boleh bagi kaum muslimin untuk mendukung dan membantu pelaksanaannya. Karena hal itu sama saja dengan menghancurkan agama saudaranya. Bukan berarti tidak diperbolehkan bagi seseorang untuk shalat malam pada hari tersebut. Akan tetapi mengistimewakan hari dan malam tersebut dari hari-hari lainnya di bulan Sya’ban untuk shalat atau ibadah lainnya bukanlah ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Akhirnya marilah kita senantiasa berhati-hati dari jalan-jalan yang menyimpang dari jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena jalan yang ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang terbaik di umat ini baik dari kalangan sahabat, tabi'in, dan yang mengikuti mereka adalah satu-satunya jalan yang benar.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ. وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيْنَ. اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ في كُلِ مَكَانٍ. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ والْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّهُ سَمِيْعٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلهِ ربِّ الْعَالَمِيْنَ.

EMPAT KAIDAH AGUNG DALAM MEMAHAMI TAUHID

06.39 Posted In Edit This 0 Comments »
Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin Sulaiman At Tamimi

Bismillahir-rahmanir-rahim
(Dengan nama Allah yang Maha Pengasih Maha Penyayang)

Aku mohon kepada Allah yang Maha Pemurah, Rabb ‘arsy yang agung, agar Allah menjadikan engkau sebagai wali-Nya di dunia dan akhirat, agar Allah menjadikan dirimu senantiasa diberkahi di mana pun engkau berada, dan semoga Allah menjadikanmu termasuk hamba-Nya yang jika diberi anugerah bersyukur, jika diberi cobaan bersabar, dan jika berbuat dosa beristighfar, karena ini sesungguhnya tiga perkara ini adalah tanda-tanda kebahagiaan.

Ketahuilah –semoga Allah menunjukimu untuk mentaati-Nya -, bahwa sesungguhnya Al Hanifiyyah, ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihis salam adalah engkau mengibadahi Allah dengan mengikhlaskan agama ini hanya bagi-Nya, sebagaimana firman Allah:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. (Adz-Dzariyaat1: 56)

Dan bila Anda telah mengetahui bahwa Allah menciptakanmu untuk beribadah kepada-Nya, maka ketahuilah bahwa ibadah tidak disebut ibadah kecuali bila disertai dengan tauhid. Sebagaimana shalat, tidaklah disebut shalat bila tidak disertai dengan bersuci. Bila ibadah tersebut dimasuki syirik, maka rusaklah ibadah itu, sebagaimana hadats yang masuk ke dalam thaharah.

Jika engkau telah mengetahui bahwa syirik jika bercampur dengan ibadah maka syirik akan merusak ibadah, membatalkan amalan, dan menyebabkan pelakunya termasuk orang-orang yang kekal di dalam neraka, maka engkau akan mengetahui bahwa perkara yang penting bagimu untuk mengetahuinya, semoga Allah meloloskanmu dari jaring-jaring ini, yaitu syirik kepada Allah, di mana Allah berfirman tentangnya:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (An- Nisaa’: 48)

Terbebasnya engkau dari jaring-jaring kesyirikan ini bisa engkau dapatkan dengan mengenali empat kaidah yang Allah sebutkan di dalam Al Qur’an.

Kaidah Pertama: Hendaknya engkau mengetahui bahwasanya orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasululllah shallallahu ‘alaihi wasallam mengakui bahwa Allah ta’ala-lah Sang Pencipta dan Yang Maha Mengatur, AKAN TETAPI PENGAKUAN MEREKA INI TIDAKLAH MEMASUKKAN MEREKA KE DALAM ISLAM.

Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنْ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنْ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنْ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ

“Katakanlah: ‘Siapa yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapa yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapa yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapa yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab: ‘Allah’. Maka katakanlah: ‘Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya).” (Yunus: 31)

Kaidah Kedua: Orang-orang musyrikin berkata: “Kami tidak berdo’a menghadapkan hati kami kepada mereka (Nabi, malaikat, orang-orang, dan yang selain itu -pent) kecuali untuk meminta kedekatan kepada Allah, untuk meminta syafa’at.

Dalil tentang mendekatkan diri yaitu firman Allah:

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ

“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar” (Az-Zumar: 3)

Adapun dalil tentang syafa’at yaitu firman Allah:

وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ
“Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfa’atan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah”. (Yunus: 18)

Syafa’at itu ada 2 macam:

• Syafa’at manfiyah (yang ditolak)
• Syafa’at mutsbatah (yang diterima)

Syafa’at manfiyah (yang tertolak) adalah SYAFAAT YANG DIMINTA DARI SELAIN ALLAH dalam perkara yang tidak dimampui kecuali hanya oleh Allah. Dalilnya adalah firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمْ الظَّالِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu s ebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zhalim. (Al-Baqarah: 254)

Syafa’at mutsbatah adalah SYAFA’AT YANG DIMINTA DARI ALLAH. Pemberi syafa’at adalah orang dimuliakan dengan syafa’at tersebut, adapun orang yang diberikan syafa’at adalah orang yang diridhai oleh Allah baik ucapan maupun perbuatannya, serta setelah diberi izin oleh Allah ta’ala, sebagaimana yang Allah firmankan;

مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ

“Siapakah yang mampu memberi syafa’at disamping Allah tanpa izin-Nya?” (Al-Baqarah: 255)

Kaidah Ketiga:
Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diutus kepada umat manusia yang berbeda-beda peribadatannya. Di antara mereka ada yang menyembah malaikat. Di antara mereka ada yang menyembah para nabi dan orang-orang shalih, di antara mereka ada yang menyembah pepohonan dan batu-batu, di antara mereka ada yang menyembah mentari dan rembulan. Mereka ini (apapun yang mereka sembah selain Allah –pent) diperangi oleh Rasululllah shallallahu alaihi wasallam tanpa dibeda-bedakan. Dalilnya adalah firman Allah:

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ

“Dan perangilah mereka sehingga tidak ada lagi kesyirikan, dan agama ini hanya untuk Allah semuanya.”(Al-Baqarah: 193)

Sedangkan yang menunjukkan mereka beribadah kepada matahari dan bulan adalah firman Allah:

وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ َالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

“Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.”(Fushilat: 37)

Dalil peribadahan kepada malaikat:
وَلَا يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلَائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا

Dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai Rabb. (Al Imran: 80)

Dalil yang menunjukkan peribadahan kepada para nabi adalah:

وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّي إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ

Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: “Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: “Jadikanlah aku dan ibuku dua sesembahan selain Allah?” Isa menjawab: “Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib-gaib”. (Al Ma’idah: 112)

Dan dalil larangan beribadah kepada orang-orang shalih adalah:

أُوْلَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمْ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ

“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya.” (Al-Ishra: 57)

Dalil yang menunjukkan peribadatan kepada pohon-pohon dan bebatuan,

أَفَرَأَيْتُمْ اللَّاتَ وَالْعُزَّى* وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَى

Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al Laat dan Al Uzza, dan Manat yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)?(An Najm: 19-20)

Dan juga hadits Abu Waqid Al Laitsi radhiyallahu ‘anhu:

خَرَجْنَا مَعَ النَّبِي -صلى الله عليه وسلم- إِلَى حُنَيْن وَنَحْنُ حُدَثَاءُ عَهْدٍ بِكُفْرٍ، وَلِلْمُشْرِكِيْنَ سِدْرَةٌ يَعْكِفُوْنَ عِنْدَهَا وَيَنَوِّطُوْنَ بِهَا أَسْلِحَتَهُمْ يُقَالُ لَهَا: ذَاتُ أَنْوَاطٍ، فَمَرَرْنَا بِسِدْرَةٍ فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ أَنْوَاطٍ

“Kami keluar bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju Hunain. Waktu itu kami adalah orang-orang yang baru masuk Islam. Dan orang-orang musyrik mempunyai pohon untuk beri’tikaf dan menggantungkan senjata. Tempat itu dikenal sebagai Dzaatu Anwath. Lalu kami melalui sebuah pohon lalu kami mengatakan kepada beliau: “Wahai Rasulullah, buatlah bagi kami Dzatu Anwath seperti yang dimiliki oleh orang-orang musyrik.

Kaidah Keempat: Sesungguhnya kaum musyrik di zaman kita lebih parah kesyirikannya dibanding musyrikin terdahulu. Sebabnya, para musyrikin zaman dahulu, mereka berdo’a secara ikhlas kepada Allah ketika mereka dalam keadaan sempit, akan tetapi mereka berbuat syirik ketika mereka dalam keadaan lapang.

Sedangkan orang-orang musyrik zaman sekarang, mereka terus menerus melakukan perbuatan syirik, baik dalam keadaan sempit maupun ketika dalam keadaan lapang. Hal ini sebagaimana diterangkan Allah dalam Al Qur’an:
فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوْا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ

“Maka apabila mereka naik kapal mereka berdo’a kepada Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya, maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” (Al-Ankabut: 65-66)

Tamat, semoga shalawat dan salam tercurah kepada sayyidina Muhammad, kepada pengikut, serta para sahabat beliau.

Diterjemahkan di Sidayu, Gresik pada hari Jum’at 25 Dzulqa’dah 1430 H – 13 November 2009

Penegakkan Khilafah,

17.42 Posted In Edit This 0 Comments »

PDF Print E-mail

Bendera_alLiwaKewajiban yang ditetapkan oleh Allah SWT kepada umat manusia sesunggugnya merupakan al-balâ’ al-mubîn (ujian yang nyata). Siapa pun yang bersedia tunduk dan patuh menjalankan kewajiban itu, maka mereka adalah orang-orang yang selamat dan sukses. Sebaliknya, mereka yang membangkang darinya adalah orang-orang yang gagal dan celaka.

Di antara kewajiban itu adalah menerapkan syariah-Nya dalam kehidupan. Allah Swt berfirman:

Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu (TQS. al-Maidah [5]: 49).

Seruan ayat ini, seruan tersebut juga bertebaran dalam banyak ayat dan Hadits. Kewajiban tersebut kian tegas dengan adanya larangan bagi setiap Mukmin untuk mengambil dan menerapkan hukum lain yang tidak berasal dari-Nya. Jika tetap bersikukuh menjalankan hukum selaih syariah, maka bisa terkatagori di antara salah satu kemungkinan: kafir, dzalim, atau fasik (QS al-Maidah [5]: 44, 45, dan 47).

Syariah yang diwajibkan atas kita itu bersifat total dan menyeluruh, baik menyangkut interaksi manusia dengan Sang Pencipta yang berupa hukum-hukum ibadah; interaksi manusia dengan dirinya sendiri yang tercakup dalam hukum-hukum makanan, pakaian, dan akhlak; maupun interaksi antar sesama manusia yakni hukum-hukum mu’amalat yang meliputi sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem pergaulan, strategi pendidikan, dan politik luar negeri; dan uqubat yang memberikan ketentuan mengenai sanksi-sanksi terhadap setiap pelaku kriminal.

Keseluruhan syariah itu wajib kita terapkan. Tidak boleh ada yang diabaikan, ditelantarkan, apalagi didustakan. Tindakan mengimani sebagian syariah dan mengingkari sebagian lainnya hanya. akan mengantarkan kepada kehinaan di dunia dan azab yang pedih di akhirat. Allah Swt berfirman:

Apakah kamu beriman kepada sebahagian al-Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. (TQS. al-Baqarah [2]: 85).

Di antara hukum-hukum itu memang ada yang dibebankan kepada individu untuk melaksanakannya, seperti shalat, zakat, puasa, haji, dan ibadah-ibadah lainnya. Demikian juga hukum tentang makanan, pakaian, akhlak, dan sebagian hukum muamalah. Namun, ada juga hukum-hukum yang dibebankan kepada negara untuk menjalankannya. Di antaranya adalah hukum-hukum yang berkenaan dengan sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem pergaulan, strategi pendidikan, dan politik luar negeri. Juga berkaitan dengan hukum-hukum tentang sanksi terhadap pelaku kriminal. Semua hukum itu harus dijalankan oleh negara.

Berdasarkan fakta itu, maka keberadaan negara yang menjalankan syariah menjadi wajib. Sebab, tanpa adanya negara atau daulah, niscaya terdapat sebagian besar syariah yang terlantar. Dalam kaidah ushul fiqh dinyatakan:

Semua perkara, yang kewajiban tidak sempurna kecuali dengannya, maka perkara itu adalah wajib.

Telah maklum, setelah khilafah Utsmaniyyah runtuh tahun 1924, tidak ada institusi yang bertanggung untuk menerapkan syariah secara total. Akibatnya, sebagian besar syariah itu pun terbengkalai. Kalaupun dijalankan, itu terbatas dalam lingkup individu atau kelompok.

Inilah problem besar yang dialami umat Islam saat ini. Lenyapnya khilafah telah mengakibatkan sebagian besar syariah terlantar. Tak hanya itu. Tiadanya khilafah juga membuat umat Islam terpecah-belah menjadi lima puluhan negara. Tidak ada lagi institusi tangguh yang memelihara aqidah mereka; menjaga darah, harta, dan kehormatan mereka; dan melindungi wilayah mereka dari serbuan negara-negara kafir penjajah.

Meskipun dalil wajibnya menegakkan khilafah demikian jelas; aneka problema akibat tiadanya khilafah juga terlihat nyata, namun masih saja ada di antara umat Islam yang enggan untuk berjuang. Ada yang merasa pesimis terhadap khilafah. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai utopia.

Tentu itu adalah sikap yang amat keliru. Tegaknya syariah dan khilafah sama sekali bukan mustahil. Sebab, syariah dan khilafah adalah kewajiban yang dibebankan Allah Swt kepada hamba-Nya. Dan tidak mungkin Allah Swt mewajibkan suatu perkara kepada hamba-Nya di luar batas kemampuannya. Maka kepada orang-orang yang pesimis dan putus asa, harus disampaikan bahwa tegaknya syariah dan khilafah sama sekali bukan mustahil. Namun demikian, untuk mewujudkannya diperlukan perjuangan dan pengorbanan. Di sinilah keimanan dan ketaatan kita justru diuji. Apakah kita termasuk orang yang rela berkorban untuk menjalankan perintah-Nya atau orang yang enggan berjuang sambil mencari dalih pembenar.

Semenjak dakwah digulirkan Rasulullah saw hingga berdiri sebuah negara di Madinah, beliau memerlukan waktu sekitar 13 tahun. Selama itu pula beliau tak mengenal lelah untuk menyampaikan dakwah. Mulai dari akidah hingga kewajiban tunduk terhadap syariah. Demikian juga para sahabat. Dalam berdakwah, mereka juga kerap menerima berbagai ujian, fitnah, dan tekanan, baik fisik maupun mental. Namun, semua itu tak pernah membuat mereka surut dan gentar. Mereka tetap tegar menyerukan kebenaran Islam.

Abu Dzarr al-Ghifari, misalnya, ketika mendakwahi kaum Quraisy justru mendapat siksaan yang berat. Beliau dipukuli hingga pingsan. Abdullah bin Mas’ud juga dikeroyok beramai-ramai oleh kafir Quraisy ketika membacakan al-Quran di kerumunan massa. Perlakuan yang tidak jauh berbeda juga diterima oleh sahabat-sahabat yang lain. Tidak sedikit pula yang gugur dalam berjuang, seperti Yasir dan isterinya.

Dalam berdakwah, Rasulullah saw tak jarang juga menerima hinaan dan cercaan. Punggung dan tempat sujud beliau pernah dilempari kotoran unta. Juga pernah dipukuli kaum Qurays hingga pingsan. Ketika menyampaikan dakwah di Thaif, beliau dilempari batu hingga berdarah-darah. Namun, semua itu tak pernah membuat beliau mundur dan berhenti.

Kegigihan dan pengorbanan mereka dalam berjuang pun menuai hasil. Allah Swt mengganjar mereka dengan pahala, surga, dan ridha-Nya. Tak hanya itu, mereka pun mendapat anugerah kemenangan di dunia. Yakni tegaknya Daulah Islamiyyah di Madinah. Dari sanalah kemudian Islam menyebar ke seantero dunia. Kemuliaannya menerangi kehidupan, sehingga dalam waktu singkat, manusia berbondong-bondong memasuki agama Islam.

Ketundukan kepada Allah Swt dan ketaatan menjalankan perintah-Nya memang membutuhkan pengorbanan, baik waktu, tenaga, harta, bahkan jiwa. Akan tetapi kita tidak perlu khawatir. Pengorbanan itu pasti akan membuahkan hasil. Allah Swt akan memberikan pertolongan-Nya jika kita bersungguh-sungguh menolong agama-Nya. Allah Swt berfirman:

Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu (TQS. Muhammad [47]: 7).

Jika demikian janji-Nya, maka tak pantas lagi kita merasa ragu atau takut. Sebab, pertolongan sesunguhnya hanya di tangan Allah Swt. Tidak akan datang kecuali dari-Nya (QS Ali ‘Imran [3]: 126, al-Mulk [67]: 20, al-Kahfi [18]: 43). Maka siapa saja yang ditolong Allah Swt, tidak ada seorang pun yang dapat mengalahkannya. Sebaliknya, jika Allah Swt menghinakannya, tidak ada seorang pun yang dapat menolongnya. Allah Swt berfirman:

Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal (TQS. Ali ‘Imran [3]: 160).

Khilafah akan segera kembali, Insya Allah dalam waktu dekat. Semua upaya yang dikerahkan orang-orang kafir dan antek-anteknya untuk menghalangi tegaknya Khilafah akan gagal dan sia-sia. Sebab, tegaknya Khilafah telah menjadi janji Allah Swt dan Rasul-Nya. Semoga kita termasuk orang-orang yang dipilih Allah, untuk mewujudkan janji-Nya. Allah Swt berfirman:

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal shaleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah mejadikan orang-rang yang sebelum mereka berkuasa. Dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridlai-Nya untuk mereka. Dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukankan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (TQS. An-Nuur [24]: 55).

Rasulullah saw juga menegaskan:

Kemudian akan datang khilafah yang mengkuti manhaj kenabian (HR Ahmad).

06.37 Edit This 0 Comments »
Peranan Media Pembelajaran

Media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang berarti perantara atau pengantar, dengan kata lain Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima.
Media yang dirancang dengan baik dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri peserta didik.

Media sebagai alat bantu visual:

mendorong motivasi belajar
memperjelas dan mempermudah konsep yang abstrak
mempertinggi daya serap atau retensi belajar

Nilai Praktis Media
  • Memvisualkan yang abstrak (animasi peredaran darah)
  • Membawa objek yang sukar didapat (binatang buas/berbahaya)
  • Membawa objek yang terlalu besar (gunung, pasar)
  • Menampilkan objek yang tidak dapat diamati mata (mikro organisme)
  • Mengamati gerakan yang terlalu cepat (jalannya peluru)
  • Memungkinkan berinteraksi dengan lingkungannya
  • Memungkinkan Keseragaman pengalaman
  • Mengurangi resiko apabila objek berbahaya
  • Menyajikan informasi yang konsisten dan diulang sesuai dengan kebutuhan
  • Membangkitkan motivasi belajar
  • Dapat disajikan dengan menarik dan variatif
  • Mengontrol arah maupun kecepatan peserta didik
  • Menyajikan informasi belajar secara serempak dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan
  • Mengatasi keterbatasan ruang dan waktu
  • dll
Karakteristik Media Pembelajaran
  • Media Transparansi
  • Media Audio
  • Media Slide (Film Bingkai Suara)
  • Media Video
  • Media CD Multimedia Interaktif
  • Internet
Setiap media mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pemilihan media disesuaikan dengan kebutuhan (tujuan, sasaran, sarana, biaya, dan waktu pembuatannya).
K arakteristik Media Transparansi Overhead Tranparancy (OHT) merupakan per angkat lunak/software sedangkan perangkat kerasnya/ hardware adalah Overhead Projector (OHP). Selanjutnya Overhead Tranparancy (OHT) akan kita sebut dengan istilah “tranparansi”. Transparansi adalah lembar bening/plastik tembus pandang yang berisi pesan, penjelasan atau pelajaran yang akan disampaikan penyaji baik berupa tulisan maupun gambar. Ukuran dalam 24,5 cm x 19 cm, luar 30,5 cm x 27 cm.

K arakteristik Media Transparansi
  • Penggunaannya praktis
  • Mempunyai variasi teknik
  • Tahan lama/tidak mudah rusak
  • Tidak memerlukan ruang gelap
  • Mudah dioperasikan, sehingga tidak perlu operator
  • Dapat disajikan berulang-ulang sesuai dengan kebutuhan
  • Waktu penyajian dapat bertatap muka dengan peserta didik
  • Dapat disiapkan sendiri oleh guru
Kelebihan media transparasi antara lain.
  • Memerlukan listrik
  • Memerlukan peralatan khusus untuk menampilkan yaitu Overhead Projector (OHP)
  • Memerlukan panataan yang khusus
  • Memerlukan kecakapan khusus dalam pembuatan
  • Menuntut cara kerja yang sistematis karena susunan urutan mudah kacau
Kekurangan media transparasi antara lain.

K arakteristik Media Audio Media audio adalah media yang menguta makan indra pendengaran. Pesan-pesan yang ak an disampaikan dapat dituangkan kedalam lambang-lamabang auditif, baik verbal (kata-kata) maupun non verbal (sound effect). Yang termasuk media audio antara lain radio dan kaset audio. Program audio (kaset) teramsuk salah satu media yang sudah memasyarakat hingga tingkat pedesaan.

Karakteristik Media Audio
  • Materi tak akan berubah
  • Biaya produksi relatif murah
  • Peralatan paling murah dibanding dengan media lainnya
  • Program kaset dapat disajikan di luar sekolah (wawancara, rekaman kegiatan, dll)
  • Rekaman dapat dihapus dan kaset dapat dipakai ulang
  • Penyajian sepenuhnya dikontrol penyaji
Kelebihan dan Kelemahan media transparasi antara lain.
  • Daya jangkau terbatas (beda dengan radio)
  • Pengadaan, penggandaan, pendistribusian sedikit bisa mahal
Karakteristik Media Slide

Media slide terdiri dari film aktachrome ( positif) berukuran 35 mm dipotong satu persatu dan diberi bingkai (2 x 2 inchi) yang terbuat dari karton atau plastik। Karena itu media slide disebut film bingkai suara। Program slide disajikan dengan slide projector yang dipadukan dengan suara yang menyertainya. Penyajian program slide bersifat klasikal.

Karakteristik Media Slide
  • Tahan lama
  • Guru sebagai nara sumber dan operator
  • Berwarna dan bersuara sehingga menarik
  • Dapat ditampilkan berulang-ulang
Kelebihan dan kelemahan media slide antara lain.
  • Pembuatan memerlukan keterampilan khusus
  • memerlukan peralatan khusus (slide projector) dalam penyajiannya;
  • perlu ketelitian dalam penyiapan penyajiannya karena gambar sering keliru urutanya/tertukar atau terbalik.
K arakteristik Media Video

Media video atau media audio visual yang menampilkan gerak saat ini semakin dikenal di kalangan masyarakat। Media ini berupa rekaman pada pita magnetic melalui kamera video. Meskipun media video hampir sama dengan media film dalam karakteristiknya, tetapi tidak dapat menggantikan film karena baik video maupun film mempunyai kelebihan dan kelemahannya. Out put pada saat ini dapat berupa video kaset, VCD maupun DVD.

K arakteristik Media Video
  • Mengutamakan objek yang bergerak.
  • Berwarna, bersuara, dan didukung oleh efek suara maupun visual.
  • Dapat menyajikan animasi apabila perlu menyajikan suatu proses.
  • Mudah menyajikannya.
  • Tidak memerlukan ruang gelap
Kelebihan dankelemahan media video antara lain.
  • Perlu peralatan khusus untuk penyajiannya
  • Perlu tenaga listrik
  • Perlu kerja tim dan keahlian khusus dalam pembuatannya
K arakteristik CD Multimedia Interaktif
  • Multimedia berasal dari kata “multi” (banyak) dan “media”, sehingga mutimedia dapat diartikan sebagai gabungan dari berbagai media.
  • Program pembelajaran terdiri dari berbagai media yang disusun secara utuh, terintegrasi, dan mempunyai tujuan pembelajaran.
  • Jenis media antara lain: Teks/huruf, Audio, Video, Grafis, Animasi, Simulasi.
Pengertian:
K arakteristik CD Multimedia Interaktif
  • Bersifat fleksibel (dapat memilih materi maupun penggunaan waktu)
  • Bersifat self-pacing (kecepatan belajar tiap individu berbeda)
  • Bersifat content-rich (menyediakan informasi yang cukup banyak/ pengkayaan)
  • Bersifat interaktif (komunikasi dua arah, ada respon/feedback)
K arakteristik CD Multimedia Interaktif
  • Interaktif
  • Individual
  • Fleksibel
  • Cost effectiveness
  • Motivasi
  • Umpan balik
  • game/simulasi
  • Kontrol ada pada pengguna
  • Soal-soal
  • Animasi, video, musik, audio, ilustrasi, dll
Kelebihan CD Multimedia Interaktif
K arakteristik CD Multimedia Interaktif Kekurangan CD Multimedia Interaktif
  • Hanya akan berfungsi untuk hal-hal sebagaimana yang telah diprogramkan
  • Memerlukan peralatan (komputer) multimedia
  • Perlu kemampuan pengoperasian, untuk itu perlu ditambahkan petunjuk pemanfaatan
  • Pengembangannya memerlukan adanya tim yang profesional
  • Pengembangannya memerlukan waktu yang cukup lama
  • Tidak punya sentuhan manusiawi
Karakteristik Media Internet

Media Internet merupakan media komunikasi berupa data, gambar, teks, video, maupun suara melalui jaringan komputer yang berskala internasional। Pengguna perlu memiliki identitas khusus, misal alamat IP (internet protocol)। Protokol adalah tata cara jaringan berkomunikasi। Protokol ini, secara resmi dikenal sebagai TCP/IP (Transmission Control Protocol/Internet Protocol), merupakan cara standar untuk mempaketkan dan mengalamatkan data komputer (sinyal elektronik) sehingga data tersebut dapat dikirim ke komputer terdekat atau keliling dunia dan tiba dalam waktu yang cepat tanpa rusak atau hilang।

K arakteristik Media Internet
  • Berskala internasional
  • Mudah untuk mengirim dan menerima data
  • Individual
  • Fleksibel
  • Cost effectiveness untuk informasi yang didapat
  • Motivasi
  • Mendapat data berupa teks, video, audio, maupun gambar
Kelebihan dan Kekurangan media internet
  • Perlu listrik
  • Perlu jaringan khusus
  • Lambat mendapat informasi kalau pemakai banyak.

06.18 Edit This 0 Comments »
Dampak Negatif Riba

Selayaknya bagi seorang muslim untuk taat dan patuh tatkala Allah dan rasul-Nya melarang manusia dari sesuatu. Bukanlah sifat seorang muslim, tatkala berhadapan dengan larangan Rabb-nya atau rasul-Nya dirinya malah berpaling dan memilih untuk menuruti apa yang diinginkan oleh nafsunya.

Tidak diragukan lagi bahwasanya riba memiliki bahaya yang sangat besar dan dampak yang sangat merugikan sekaligus sulit untuk dilenyapkan. Tentunya tatkala Islam memerintahkan umatnya untuk menjauhi riba pastilah disana terkandung suatu hikmah, sebab dinul Islam tidaklah memerintahkan manusia untuk melakukan sesuatu melainkan disana terkandung sesuatu yang dapat menghantarkannya kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Demikian pula sebaliknya, bila syari'at ini melarang akan sesuatu, tentulah sesuatu tersebut mengandung kerusakan dan berbagai keburukan yang dapat menghantarkan manusia kepada kerugian di dunia dan akhirat.

Dalam permasalahan riba ini pun tidak jauh berbeda, cukuplah nash-nash yang telah lewat menggambarkan keburukan riba. Namun, tatkala kesadaran mulai melemah dan rendahnya keinginan untuk merenungi nash-nash syar'i telah menyebar di kalangan kaum muslimin, perlu kiranya menjelaskan berbagai keburukan dan dampak negatif yang dihasilkan oleh berbagai transaksi ribawi.

Berikut ini diantara dampak negatif riba yang kami sarikan dari Ar Riba Adlraruhu wa Atsaruhu fii Dlauil Kitabi was Sunnah karya Dr. Sa'id bin Wahf Al Qahthani.

A. Dampak Negatif Bagi Individu

(1) Riba memberikan dampak negatif bagi akhlak dan jiwa pelakunya. Jika diperhatikan, maka kita akan menemukan bahwa mereka yang berinteraksi dengan riba adalah individu yang secara alami memiliki sifat kikir, dada yang sempit, berhati keras, menyembah harta, tamak akan kemewahan dunia dan sifat-sifat hina lainnya.

(2) Riba merupakan akhlaq dan perbuatan musuh Allah, Yahudi. Allah ta'ala berfirman:

وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا

"Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil, Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih." (QS. An Nisaa': 161)

(3) Riba merupakan akhlak kaum jahiliyah. Barang siapa yang melakukannya, maka sungguh dia telah menyamakan dirinya dengan mereka.

(4) Pelaku (baca: pemakan) riba akan dibangkitkan pada hari kiamat kelak dalam keadaan seperti orang gila. Allah ta'ala berfirman:

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (QS. Al-Baqarah: 275)

(5) Seseorang yang bergelut dan berinteraksi dengan riba berarti secara terang-terangan mengumumkan dirinya sebagai penentang Allah dan rasul-Nya dan dirinya layak diperangi oleh Allah dan rasul-Nya. Allah ta'ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ . فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya." (QS. Al-Baqarah: 278-279) Maka keuntungan apakah yang akan diraih bagi mereka yang telah mengikrarkan dirinya sebagai musuh Allah dan akankah mereka meraih kemenangan jika yang mereka hadapi adalah Allah dan rasul-Nya?!

(6) Memakan riba menunjukkan kelemahan dan lenyapnya takwa dalam diri pelakunya. Hal ini menyebabkan kerugian di dunia dan akhirat. Allah ta'ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ . وَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ . وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir. Dan taatilah Allah dan rasul, supaya kamu diberi rahmat." (QS. Ali Imran: 130-132)

(7) Memakan riba menyebabkan pelakunya mendapat laknat dan dijauhkan dari rahmat Allah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun melaknat pemakan riba, yang memberi riba, juru tulisnya dan kedua saksinya, beliau berkata, "Mereka semua sama saja." (HR. Muslim: 2995)

(8) Setelah meninggal, pemakan riba akan di adzab dengan berenang di sungai darah sembari mulutnya dilempari dengan bebatuan sehingga dirinya tidak mampu untuk keluar dari sungai tersebut, sebagaimana yang ditunjukkan dalah hadits Samurah radliallahu 'anhu (HR. Bukhari 3/11 nomor 2085)

(9) Memakan riba merupakan salah satu perbuatan yang dapat menghantarkan kepada kebinasaan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan!" Para sahabat bertanya, "Apa sajakah perkara tersebut, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Syirik, sihir, membunuh jiwa yan diharamkan Allah kecuali dengan cara yang hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan pertempuran dan menuduh wanita mukminah berzina." (HR. Bukhari nomor 2615, Muslim nomor 89)

(10) Riba merupakan perbuatan maksiat kepada Allah dan rasul-Nya. Allah 'Azza wa Jalla berfirman,

لا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ لِوَاذًا فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih." (QS. An Nuur: 63)

وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ

"Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan." (QS. An Nisaa: 14)

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا

"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya Telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata." (QS. Al Ahzaab: 36)

وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا

"Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka Sesungguhnya baginyalah neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya." (QS. Al Jin: 23)

(11) Pemakan riba diancam dengan neraka jika tidak bertaubat. Allah 'Azza wa Jalla berfirman,

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (QS. Al Baqarah: 275)

(12) Allah tidak akan menerima sedekah yang diperoleh dari riba, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak akan menerima sesuatu kecuali yang baik." (HR. Muslim 2/3 nomor 1014)

(13) Do'a seorang pemakan riba tidak akan terkabul. Rasullullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menceritakan bahwa ada seorang yang bersafar kemudian menengadahkan tangannya ke langit seraya berdo'a, "Ya Rabbi, ya Rabbi!" Akan tetapi makanan dan minumannya berasal dari yang haram, pakaiannya haram dan dikenyangkan oleh barang yang haram. Maka bagaimana bisa do'anya akan dikabulkan?! (HR. Muslim nomor 1014)

(14) Memakan riba menyebabkan hati membatu dan memasukkan "ar raan" ke dalam hati. Allah ta'ala berfirman,

كَلا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

"Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka." (QS. Al Muthaffifin: 14)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ketahuilah di dalam jasad terdapat sepotong daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh badan. Namun jika ia rusak, maka rusaklah seluruh badan. Ketahuilah sepotong daging itu adalah hati." (HR. Bukhari 1/19 nomor 52, Muslim nomor 1599)

(15) Memakan riba adalah bentuk kezhaliman dan kezhaliman merupakan kegelapan di hari kiamat. Allah ta'ala berfirman,

وَلا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الأبْصَارُ . مُهْطِعِينَ مُقْنِعِي رُءُوسِهِمْ لا يَرْتَدُّ إِلَيْهِمْ طَرْفُهُمْ وَأَفْئِدَتُهُمْ هَوَاءٌ

"Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. Mereka datang bergegas-gegas memenuhi panggilan dengan mangangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong." (QS. Ibrahim: 42-43)

(16) Pelaku riba biasanya jarang melakukan berbagai kebajikan, karena dirinya tidak memberikan pinjaman dengan cara yang baik, tidak memperhatikan orang yang kesulitan, tidak pula meringankan kesulitannya bahkan dirinya mempersulit dengan pemberian pinjaman yang disertai tambahan bunga. Padahal Allah telah menerangkan keutamaan seorang yang meringankan kesulitan seorang mukmin, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa meringankan satu kesulitan seorang mukmin dari berbagai kesulitannya di dunia , maka Allah akan meringankan kesulitan dari berbagai kesulitan yang akan dihadapinya pada hari kiamat kelak. Barangsiapa yang memeri keringanan bagi orang yang kesulitan, maka Allah akan memberi keringanan baginya di dunia dan akhirat. Barangsiapa menyembunyikan aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat." (HR. Muslim nomor 2699)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, "Barangsiapa memperhatikan orang yang ditimpa kesulitan dan menghilangkannya, maka Allah akan menaunginya dalam naungan-Nya." (HR. Muslim nomor 3006)

(17) Riba melunturkan rasa simpati dan kasih sayang dari diri seseorang. Karena seorang rentenir tidak akan ragu untuk mengambil seluruh harta orang yang berhutang kepadanya. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

لا تنزع الرحمة إلا من شقي

"Tidaklah sifat kasih sayang itu diangkat kecuali dari seorang yang celaka." (HR. Abu Dawud nomor 4942, Tirmidzi nomor 1923 dan hadits ini dishahihkan oleh al 'Allamah Al Albani dalam Shahih Tirmidzi, 2/180)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, "Allah tidak akan menyayangi seseorang yang tidak sayang kepada sesama manusia." (HR. Bukhari nomor 7376, Muslim nomor 2319)

Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, "Orang yang memiliki sifat kasih sayang akan disayangi oleh Ar-Rahman. Sayangilah makhluk yang ada di bumi, niscaya Dzat yang ada di langit akan menyayangi kalian." (HR. Abu Dawud nomor 1941, Tirmidzi nomor 924 dan hadits ini dishahihkan oleh Imam Al Albani dalam Shahih Tirmidzi 2/180)

B. Dampak Negatif Bagi Masyarakat dan Perekonomian

(1) Riba menimbulkan permusuhan dan kebencian antar individu dan masyarakat serta menumbuhkembangkan fitnah dan terputusnya jalinan persaudaraan.

(2) Masyarakat yang berinteraksi dengan riba adalah masyarakat yang miskin, tidak memiliki rasa simpatik. Mereka tidak akan saling tolong menolong dan membantu sesama manusia kecuali ada keinginan tertentu yang tersembunyi di balik bantuan yang mereka berikan. Masyarakat seperti ini tidak akan pernah merasakan kesejahteraan dan ketenangan. Bahkan kekacauan dan kesenjangan akan senantiasa terjadi di setiap saat.

(3) Perbuatan riba mengarahkan ekonomi ke arah yang menyimpang dan hal tersebut mengakibatkan ishraf (pemborosan).

(4) Riba mengakibatkan harta kaum muslimin berada dalam genggaman musuh dan hal ini salah satu musibah terbesar yang menimpa kaum muslimin. Karena, mereka telah menitipkan sebagian besar harta mereka kepada bank-bank ribawi yang terletak di berbagai negara kafir. Hal ini akan melunturkan dan menghilangkan sifat ulet dan kerajinan dari kaum muslimin serta membantu kaum kuffar atau pelaku riba dalam melemahkan kaum muslimin dan mengambil manfaat dari harta mereka.

(5) Tersebarnya riba merupakan "pernyataan tidak langsung" dari suatu kaum bahwa mereka berhak dan layak untuk mendapatkan adzab dari Allah ta'ala. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

إذا ظهر الزنا والربا في قرية فقد أحلوا بأنفسهم عذاب الله

"Apabila telah marak perzinaan dan praktek ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan diri mereka untuk diadzab oleh Allah." (HR. Al Hakim 2/37, beliau menshahihkannya dan disetujui oleh Adz Dzahabi. Syaikh Al Albani menghasankan hadits ini dalam Ghayatul Maram fii Takhrij Ahaditsil Halal wal Haram hal. 203 nomor 344)

(6) Riba merupakan perantara untuk menjajah negeri Islam, oleh karenanya terdapat pepatah,

الاستعمار يسير وراء تاجر أو قسيس

"Penjajahan itu senantiasa berjalan mengikuti para pedagang dan tukang fitnah."

Kita pun telah mengetahui bagaimana riba dan dampak yang ditimbulkannya telah merajalela dan menguasai berbagai negeri kaum muslimin.

(7) Memakan riba merupakan sebab yang akan menghalangi suatu masyarakat dari berbagai kebaikan. Allah ta'ala berfirman,

فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا . وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا

"Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang lain dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih." (QS. An Nisaa': 160-161)

(8) Maraknya praktek riba sekaligus menunjukkan rendahnya rasa simpatik antara sesama muslim, sehingga seorang muslim yang sedang kesulitan dan membutuhkan lebih "rela" pergi ke lembaga keuangan ribawi karena sulit menemukan saudara seiman yang dapat membantunya.

(9) Maraknya praktek riba juga menunjukkan semakin tingginya gaya hidup konsumtif dan kapitalis di kalangan kaum muslimin, mengingat tidak sedikit kaum muslimin yang terjerat dengan hutang ribawi disebabkan menuruti hawa nafsu mereka untuk mendapatkan kebutuhan yang tidak mendesak.

06.03 Edit This 0 Comments »

Basmalah adalah bentuk isim masdar dari kata kerja Basmala – yuibasmilu yang artinya “membaca lafadz Bismillah ar-Rahman ar-Rahim

Para ulama menerangkan hikmah bacaan Bismillah ar-Rahman ar-Rahim. Dari semua itu dapat disimpulkan, bahwa dengan bacaan Bismillah ar-Rahman ar-Rahim yang diucapkan di awal aktivitas berarti:

  • Kita telah menghubungkan diri kita dengan Allah.
  • Kita menyadari sepenuhnya bahwa perbuatan itu dilakukan karena Allah dan untuk meraih ridha-Nya.
  • Kita menyadari sepenuhnya bahwa tanpa kekuatan yang diberikan Allah kita tidak akan mampu melakukan aktivitas apapun.

Lafadz-Lafadz BASMALAH

Terdapat beberapa perbedaan lafadz/teks basmalah, yaitu :

1. Bismillah (بسم الله)
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa keluar dari rumahnya membaca Bismillah, aku bertawakkal kepada Allah, tiada daya dan kekuatan kecuali bersama Allah.” maka dikatakan kepadanya, “Kamu telah tercukupi dan terlindungi”. Dan syetan pun akan menjauh darinya.” (HR. Abu Dawud)

2. Bismika Allahumma (بِسْمِكَ اللَّهُمَّ)
Al-Bukhari meriwayatkan, “Apabila Rasulullah SAW berbaring di tempat tidurnya, beliau membaca : “Bismika Allahumma ahya wa amut.”

3. Bismillah al-Kabir (بِسْمِ اللهِ الْكَبِيْرِ)
Ibnu Abbas menceritakan, Rasulullah SAW pernah mengajari mereka (para sahabat) ruqyah demam dan penyakit-penyakit lainnya, (dengan do’a), “Bismillahi al-Kabir. a’udzu billah al-’Azhim min kulli ‘arqin…” (HR. at-Tirmidzi)

4. Bismillahir Rahman (بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ)
Asy-Sya’bi menceritakan, biasanya orang-orang jahiliyah mulai menulis (surat) dengan kalimat “Bismikallahumma”. maka Rasulullah SAW pun memulai apa yang beliau tulis dengan “Bismikallahumma”. Sampai turun ayat “Bismillahi majreha wa mursaha” (QS. Al-Hud (11): 41), maka beliau pun mulai menulis dengan “bismillah“. Kemudian turun ayat “Ud’ullaha awir rahman” (QS. Al-Isra’ (17): 110), maka beliau pun mulai menulis dengan “Bismillahir rahman“. Tapi ketika turun ayat yang berbunyi “Innahu min sulaiman wa innahu bismilllahir Rahmanir Rahim” (QS. An-Naml (27): 30), maka beliau pun mulai menulis dengan “Bismillahirrahmanirrahim“. (HR. Abdurrazaq, Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Mundzir dan Ibnu Hakim)

5. Bismillah al-Malik ar-Rahman (بِسْمِ اللهِ الْمَلِكِ الرَّحْمَنِ)
Husein bin Ali bin Abi Thalib meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Umatku akan selalu aman dari tenggelam, apabila naik kapal dengan membaca, “Bismillahil malikir Rahman, Bismillahi majreha wa mursaha inna Rabbi ghofurur Rahim.” (HR. ath-Thabrani, Ibnu Sunni dan Abu Ya’la)

6. Bismillahir Rahmanir Rahim (بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ)
Abu Malik menceritakan, “Dahulu Rasulullah SAW menulis diawali degan kalimat “Bismika allahumma”, ketika turun ayat “Innahu min sulaiman wa innahu bismilllahirrahmanir Rahim.” (QS. An-Naml (27): 30), maka beliau pun mulai menulis dengan “Bismillahir Rahmanir Rahim“.” (HR. Abu Dawud)

7. Bismillahilladzi la ilaha illa huwa (بِسْم اللهِ الَّذِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَِ)
Anas bin Malik meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda, “Yang bisa menutupi aurat anak Adam (manusia) dari pandangan mata jin, ketika hendak menanggalkan pakaiannya adalah membaca “Bismillahil ladzi la ilaha illa huwa” (Dengan nama Allah yang tiada Tuhan selain Dia).” (HR. Ibnu Sunni)

Dari beberapa lafadz di atas yang paling populer dan banyak diucapkan oleh kaum muslimin dan lebih utama untuk dibaca adalah

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Karena lafadz itulah yang dipilih oleh Allah sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an:

وَإِنَّهُ مِنْ سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

“Sesungguhnya surat itu, dari Sulaiman dan sesungguhnya (isi)nya: “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.“ (QS. An-Naml (27): 30)

Dan juga lafadz basmalah yang tertulis pada ayat pertama surat Al-Fatihah dan lafadz bismillah yang menjadi pemisah antar surat-surat dalam Al-Qur’an kecuali surat al-Baqarah yang memang tdak tertulis lafadz basmalah-nya. Wa Allahu A’lam.